Mendengar kata psikopat yang ada di pikiran pasti orang yang menakutkan karena bisa membahayakan orang lain. Psikopat biasanya muncul pada orang dewasa, tapi gejalanya sudah bisa terdeteksi sejak anak-anak.
Seperti apa tanda-tanda anak yang kemungkinan mengembangkan gejala psikopat?
Ilmu psikologi, mendefinisikan psikopati sebagai gangguan kepribadian yang ditandai dengan tidak adanya prinsip moral, emosional dan ketidakmampuan untuk menampilkan perilaku normal. Orang yang memiliki gangguan ini disebut dengan psikopat.
Beberapa ahli kesehatan mental menuturkan bahwa kondisi ini dapat dikenali tanda-tanda awalnya sejak balita yang memungkinkan ia berkembang menjadi seorang psikopat.
Namun terkadang hal ini belum tentu benar, karena karakteristik dan kepribadian seseorang bisa berubah. Selain itu, ada juga orang yang menjadi psikopat saat dewasa karena adanya permasalahan di masa lalu.
Gejala awal yang bisa diperhatikan oleh orangtua adalah anak tidak memiliki rasa empati dan terlihat adanya tanda-tanda bahaya yang muncul dari dalam dirinya.
Meski demikian masih sulit untuk mendeteksi apakah seorang anak bisa mengembangkan psikopat atau tidak, karena faktor lingkungan juga turut mempengaruhi.
Seperti dikutip dari Personalitydisorder.com, Kamis (6/5/2010) berdasarkan sebuah studi yang dilakukan selama 25 tahun menunjukkan sejak usia 3 tahun ada temperamen dan fisiologis yang berbeda antara seorang anak yang memiliki kecenderungan sebagai psikopat saat dewasa atau tidak.
Hasil ini telah dipublikasikan dalam The Journal of Abnormal Psychology pada tahun 2007.
Tim peneliti memiliki hipotesis anak bisa menjadi psikopat saat dewasa jika anak-anak tidak menunjukkan rasa takut, selalu mencari sesuatu yang baru, kurang memperlihatkan sikap yang ramah serta mengurangi sensitifitas menjadi rangsangan yang negatif.
Tanda-tanda lain yang muncul saat masih balita adalah tingkat kenakalan yang sudah keterlaluan, suka menyendiri, suka merusak barang, mencuri, berbohong, suka merusak barang-barang yang ada terutama saat marah dan suka membentak.
Jika hal ini terjadi sebaiknya tidak dibiarkan tapi segera melakukan pencegahan sejak dini, sehingga anak tidak terbiasa dengan perilaku seperti itu.
Hingga kini tidak ada jawaban pasti mengenai teori yang menyebabkan seseorang membawa sifat psikopat. Tapi beberapa bukti kuat mengenai peran genetik berasal dari sebuah studi tahun 2005 yang diterbitkan dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry.
Hasil studi ini menemukan komponen genetik sangat kuat untuk perilaku antisosial yang ekstrim seperti berkelahi, bullying, berbohong, menipu dan mencuri ditemukan pada anak yang memiliki sifat kepribadian callous-unemotional (CU) tinggi.
Faktor lingkungan keras yang ditandai dengan kasus pelecehan, perampasan, kekerasan, rumah tangga yang tidak bahagia atau kehidupan masa lalu yang buruk bisa mempengaruhi perilakunya. Namun jika semuanya baik-baik saja ada kemungkinan faktor genetik lebih berpengaruh.
Meskipun peneliti sedang mencari gen psikopati, Hare berpendapat tidak akan pernah ada satu gen saja yang mempengaruhi. Tetapi lebih cenderung sekelompok gen yang belum tahu bagaimana mekanismenya dapat mempengaruhi sifat-sifat seperti impulsif, ketakutan dan empati seseorang. Meskipun nantinya gen ini ditemukan, tidak berarti seseorang sudah pasti terlahir sebagai psikopat.
"Seseorang tidak mungkin dilahirkan sebagai psikopat, tapi mungkin orang tersebut memiliki dasar-dasarnya. Intinya semua orang dilahirkan dengan memiliki temperamen dan hal ini dibentuk dari lingkungan," ungkap Hare, ahli psikopat dari Kanada, seperti dikutip dari MSNBC.
Selain mencari tanda-tanda genetik, peneliti juga menganalisa otak dari seorang psikopat dengan menggunakan teknik pencitraan untuk mendapatkan petunjuk.
Peneliti menunjukkan bahwa psikopat kemungkinan akibat kekurangan aktivitas di bagian otak seperti amygdala yang memainkan peran kunci dalam hal emosi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar